Pancasila sebagai Dasar Negara: Penjabaran dalam Pembukaan UUD 1945

Pendidikan Pancasila

Pancasila sebagai Dasar Negara:Penjabaran dalam Pembukaan UUD’45




Pada hakikat Pancasila adalah dasar negara, ideologi negara, atau dasar filsafat bangsa  Indonesia untuk mengatur penyelenggaraan negara. Hal ini dapat terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur organisasi negara, mekanisme penyelenggaraan negara, hubungan warga negara dengan Negara yang semua itu harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara yang autentik termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Inti sari dari nilai-nilai Pancasila tersebut, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan sosial.

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Kata pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu Panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila dijadikan dasar untuk mwujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

-Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila merupakan dasar negara yang digunakan sebagai pedoman dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bersadasarkan UUD 1945 alinea ke 4 menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia mempunyai sebuah pedoman dan dasar, yaitu Pancasila.

Secara etimologis, istilah dasar negara memiliki makna yang identik dengan istilah grundnorm (norma dasar), rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag (dasar filsafat negara). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar negara itu bersifat universal. Secara terminologis (istilah), dasar negara merupakan landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Secara teoretik, istilah dasar negara, mengacu kepada pendapat Hans Kelsen, disebut a basic norm (Grundnorm) (Kelsen, 1970: 8). Dengan demikian, kedudukan dasar negara berbeda dengan kedudukan peraturan perundang-undangan karena dasar negara merupakan sumber dari peraturan perundang-undangan. Implikasi dari kedudukan dasar negara ini, maka dasar negara bersifat permanen sementara peraturan perundang-undangan bersifat fleksibel dalam arti dapat diubah sesuai dengan tuntutan zaman. Hans Nawiasky menjelaskan bahwa dalam suatu negara yang merupakan kesatuan tatanan hukum, terdapat suatu kaidah tertinggi, yang kedudukannya lebih tinggi daripada Undang-Undang Dasar.

Pengembangan teori dasar negara dapat diambil dari pidato Mr. Soepomo. Dalam penjelasannya, kata “cita negara” merupakan terjemahan dari kata “Staatsidee” yang terdapat dalam kepustakaan Jerman dan Belanda. Kata asing itu menjadi terkenal setelah beliau menyampaikan pidatonya dalam rapat pleno Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 31 Mei 1945. Sebagai catatan, Soepomo menerjemahkan “Staatsidee” dengan “dasar pengertian negara” atau “aliran pikiran negara”. Memang, dalam bahasa asing sendiri kata itu tidak mudah memperoleh uraian pengertiannya. J. Oppenheim (1849-1924), ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara di Groningen Belanda, mengemukakan dalam pidato pengukuhannya yang kedua (1893) sebagai guru besar mengemukakan bahwa “staatsidee” dapat dilukiskan sebagai “hakikat yang paling dalam dari negara” (de staats diapse wezen), sebagai “kekuatan yang membentuk negara-negara (de staten vermonde kracht) (Attamimi dalam Soeprapto, Bahar dan Arianto, 1995: 121).



Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:

-Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

-Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

-Peraturan Pemerintah;

-Peraturan Presiden;

-Peraturan Daerah Provinsi;

-Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara dapat dilihat dari cara Ir. Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas tetapi meyakinkan, sebagai berikut:



Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala penyakit yang telah dilawan berpuluh-puluh tahun, yaitu terutama imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena itu, pada hakikatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 94-95).

Untuk dapat memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses (personal/sumber daya manusia), sebagai berikut:

-Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilai- nilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional, yang bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

-Pendekatan human resourses terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan yang melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan rakyat.

Demikian pula halnya pada tahap implementasi yang harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip good governance, antara lain transparan, akuntabel, dan fairness sehingga akan terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme); dan warga negara yang berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan warga negara melakukan free fight liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni; serta warga negara yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan dan bidang politik (infrastruktur politik). Dalam kehidupan kemasyarakatan, baik dalam bidang sosial maupun bidang politik seyogyanya nilai-nilai Pancasila selalu dijadikan kaidah penuntun. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi fatsoen atau etika politik yang mengarahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam suasana kehidupan yang harmonis.

Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari sumber hukum sudah selayaknya menjadi ruh dari berbagai peraturan yang ada di Indonesia. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan dalam alinea keempat terdapat kata “berdasarkan” yang berarti, Pancasila merupakan dasar negara kesatuan Republik Indonesia.  Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai dengan perundang-undangan yang mencerminkan nilai- nilai Pancasila.  Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Pada gilirannya, cita-cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap dan berkesinambungan.

Pancasila erat kaitannya dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI, Pada hakikatnya, Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan suatu sarana, isi, dan arti yang pada pokoknya memuat dua hal, sebagai berikut:
a. Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, baik pada dirinya sendiri maupun terhadap dunia luar;

b. Tindakan-tindakan yang segera harus diselenggarakan berhubung dengan pernyataan kemerdekaan itu (Kaelan, 1993: 62).


Setelah proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945, kemudian keesokan harinya, yaitu 18 Agustus 1945, disusun suatu naskah Undang-Undang Dasar yang didalamnya memuat Pembukaan. Di dalam Pembukaan UUD 1945 tepatnya pada alinea ke-3 terdapat pernyataan kemerdekaan yang dinyatakan oleh Indonesia, maka dapat ditentukan letak dan sifat hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:

a. Disebutkan kembali pernyataan kemerdekaan dalam bagian ketiga Pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan;

b. Ditetapkannya Pembukaan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi bagian kedua Proklamasi;

c. Pembukaan hakikatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang lebih rinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk negara Indonesia merdeka, berdaulat, bersatu, adil, dan makmur dengan berdasarkan asas kerohanian Pancasila;

d. Sifat hubungan antara Pembukaan dan Proklamasi, yaitu: memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada 17 Agustus 1945, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945, dan memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945 (Kaelan, 1993: 62-64).

-Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945

Pancasila adalah pedoman hidup yang mengarahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam suasana kehidupan yang harmonis. Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari sumber hukum sudah selayaknya menjadi ruh dari berbagai peraturan yang ada di Indonesia. Pembukaan Undang - U ndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan dalam alinea keempat terdapat kata “berdasarkan” yang berarti, Pancasila merupakan dasar negara kesatuan Republik Indonesia.  Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai - nilai Pancasila harus menjadi landasan dan ped oman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang - undangan. Hal ini berarti perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai denga n perundang - undangan yang mencerminkan nilai - nilai Pancasila.  Apabila nilai - nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Pada gilirannya, cit a - cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap dan berkesinambungan.

Notonagoro (1982:24-26) berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar bukanlah peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya, masih terdapat  dasar- dasar pokok bagi Undang-Undang Dasar, yang dinamakan pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm). Kaidah negara yang fundamental mengandung beberapa unsur mutlak, yang dapat dilihat dari dua segi. Pandangan Notonagoro tentang unsur mutlak tersebut secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut:



Berdasarkan paradigma berpikir tersebut, maka Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak staatsfundamentalnorm, yang tergambar dalam skema berikut ini:




Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:

1) Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm). Oleh karena itu, kedudukan Pembukaan merupakan peraturan hukum yang tertinggi di atas Undang-Undang Dasar. Implikasinya, pada seluruh peraturan perundang-undangan dimulai dari pasal-pasal dalam UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.

2) Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental (staatsfundamentalnorm). Secara ilmiah-akademis, Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm mempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat diubah (Notonagoro, 1982: 25).

Dalam kaitan itu, Pada Pasal 37 ayat (1) sampai ayat (5) UUD 1945 pasca amandemen ke-4, dalam Pasal 37 tersebut hanya memuat ketentuan dalam perubahan pasal-pasal dalam UUD 1945, tidak memuat ketentuan untuk mengubah Pembukaan UUD 1945. Hal ini dapat dipahami karena wakil-wakil bangsa Indonesia yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memahami kaidah ilmiah, terkait kedudukan Pembukaan UUD 1945 yang sifatnya permanen sehingga mereka mengartikulasikan kehendak rakyat yang tidak berkehendak mengubah Pembukaan UUD 1945.

Makna dari pembukaan UUD  1945, sebagai berikut :

(1)Berdasarkan Pokok pikiran pertama  “Negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya” . Hal ini menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Maknanya mengutamakan persatuan dan menyatukan selururh keberagaman yang ada di Indonesia . Oleh karena itu, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.

(2)Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin diwujudkan bersama. Sehingga bisa ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD guna dapat mencapai  tujuan atau cita-cita yang hendak diwujudkan  yang didasarkan kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosial merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai kesamaan hak dan kewajiban untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(3)Pokok pikiran ketiga terdiri atas konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat sesuai dengan yang diterpakan bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila (Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat).

(4)Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian dari nilai-nilai dari Pancasila, meliputi taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Menurut (Bakry, 2010; 210) menyatakan bahwa pokok pikiran keempat Pembukaan UUD 1945 merupakan asas moral bangsa dan Negara.

Daftar Pustaka

Tim Penyusun.2016.Pendidikan Pancasila.Jakarta:Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswan Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

https://www.kompas.com/arti-penting-pancasila-dasar-negara-dan-pandangan-hidup/

https://hamiddarmadi.blogspot.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perkembangan Pancasila Pada Masa Pra Kemerdekaan dan Masa Kemerdekaan

Sejarah Perkembangan Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi